Jumat, 13 April 2012

TUGAS 6

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI
Kekuatan ekonomi utama yang menentukan investasi adalah hasil biaya investasi yang ditentukan oleh kebijakan tingkat bunga dan pajak, serta harapan mengenai masa depan (Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1993, 183).
Faktor-faktor penentu investasi sangat tergantung pada situasi dimasa depan yang sulit untuk diramalkan, maka investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah.
Penanaman modal dalam negeri memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Hal ini terjadi dalam berbagai bentuk. Modal Investasi mampu mengurangi kekurangan tabungan dan melalui pemasukan peralatan modal dan bahan mentah, dengan demikian menaikkan laju pemasukan modal. Selain itu, tabungan dan investasi yang rendah mencerminkan kurangnya modal di negara keterbelakangan teknologi. Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal Investasi yang membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman organisasi, informasi pasar, teknik-tekink produksi maju, pembaharuan produk dan lain-lain. Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru. Semua ini pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi negara terbelakang. Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang sangat mempengaruhi penanaman modal asing ke dalam negeri.
Pengaruh Nilai Tukar

Secara teoritis dampak perubahan tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi.
Pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan / barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.

Pengaruh Tingkat Suku Bunga
Tingkat bunga mempunyai pengaruh yang signifikan pada dorongan untuk berinvestasi. Pada kegiatan produksi, pengolahan barang-barang modal atau bahan baku produksi memerlukan modal (input) lain untuk menghasilkan output / barang final.
Pengaruh Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.
Di Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya menurunkan tingkat  inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan kebijakan moneter uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian tingkat inflasi domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.

Pengaruh Infrastruktur
Seperti dilakukan banyak negara di dunia, pemerintah mengundang investor guna berpartisipasi menanamkan modalnya di sektor-sektor infrastruktur, seperti jalan tol, sumber energi listrik, sumber daya air, pelabuhan, dan lain-lain. Partisipasi tersebut dapat berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing. Melihat perkembangan makro-ekonomi saat ini, terutama memperhatikan kecenderungan penurunan tingkat bunga.
Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis. Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

1.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Subandi, dalam bukunya Sistem Ekonomi Indonesia, menulis bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum, adalah:
1.       factor produksi
2.      factor investasi
3.      factor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4.      factor kebijakan moneter dan inflasi
5.      factor keuangan negara

Sedangkan Tambunan, dalam bukunya Perekonomian Indonesia, menulis bahwa di dalam teoti-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari factor-faktor produksi seperti SDM, kapital, teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi.  Akan tetapi, factor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan pertumbuhan jangka pendek.
Dengan kata  lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih baik, sama atau lebih buruk dari tahun 2000 lebih ditentukan oleh factor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat dikelompokkan ke dalam factor internal dan eksternal.

Factor eksternal didominasi oleh factor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.

1.       Faktor-faktor Internal

a.      Factor ekonomi, antara lain:
        · Buruknya fundamental ekonomi nasional
        · Cadangan devisa
        · Hutang luar negeri dan ketergantungan impor
        · Sector perbankan dan riil
        · Pengeluaran konsumsi
b.      Faktor non ekonomi, antara lain:
        · Kondisi politik, social dan keamanan
· PMA dan PMDN
· Pelarian modal ke luar negeri
· Nilai tukar rupiah

2.      Faktor-faktor Eksternal
· Kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia

2.    PERTUMBUHAN EKONOMI SEJAK PELITA I

Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia sejak Pelita I tahun 1969 hingga krisis ekonomi terjadi akhir 1997, dapat dikatakan Indonesia mengalami proses pembangunan ekonomi yang spektakuler.  Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator, dua di antaranya yang umum digunakan adalah tingkat pendapatan nasional per kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun.   Tahun 1968 pendapatan nasional per kapita masih sangat rendah hanya sekitar US$60.  jauh lebih rendah dibanding pendapatan nasional dari negara-negara berkembang lain pada saat itu, misalnya  India, Srilanka dan Pakistan.  Akan tetapi, sejak Pelita I dimulai pendapatan nasional Indonesia per kapita mengalami peningkatan setiap tahun dan akhir periode 1980an telah mendekati US$500.
Menjelang pertengahan 1980an terjadi merosotnya harga minyak mentah di pasaran internasional dan terjadi resesi ekonomi dunia pada decade yang sama.  Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih rendah dari periode-periode sebelumnya.  Beberapa negara lain di asia, seperti Malaysia, Filiphina, Thailand dan Taiwan juga mengalami hal yang sama.  Terkecuali Filiphina, merosotnya pertumbuhan ekonomi di Malaysia, Thailand dan Taiwan lebih lambat dibandingkan di Indonesia karena memang ketiga negara tersebut basisnya sudah lebih kuat dari ekonomi Indonesia.

3.   PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

Pembangunan ekonomi dalam jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sector utama ke ekonomi modern yang didominasi sector non primer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988).
Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi structural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan factor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).
1.      Teori
Teori perubahan structural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang, yang semula bersifat subsisten (pertanian tradisional) dan menitikberatkan sector pertanian menuju struktur perekonomian yang lebih modern yang didominasi sector non primer, khususnya industri dan jasa.  Ada 2 teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi yakni dari Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi structural).
Teori Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan perkotaan (urban).  Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sector utama.  Di pedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga kerja dan tingkat hidup masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang sifatnya juga subsisten.  Over supply tenaga kerja ini ditandai dengan nilai produk marjinalnya nol dan tingkat upah riil yang rendah. 
Di dalam kelompok negara-negara berkembang, banyak negara yang juga mengalami transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antar negara.  Hal ini disebabkan oleh perbedaan antar negara dalam sejumlah factor-faktor internal berikut:
1)      Kondisi dan struktur awal dalam negeri (economic base)
2)      Besarnya pasar dalam negeri
3)      Pola distribusi pendapatan
4)      Karakteristik industrialisasi
5)      Keberadaan SDA
6)      Kebijakan perdagangan LN

Sumber :

Subandi, Sistem Ekonomi Indonesia


TUGAS 5


UPAYA PEMERINTAH MENGATASI KEMISKINAN 

Menghilangkan kemiskinan boleh dikata mimpi atau hanya janji surga. Tapi mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan. Ada beberapa program yang perlu dilakukan agar kemiskinan di Indonesia bisa dikurangi.

Pertama, meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Banyaknya sekolah yang rusak menunjukkan kurangnya pendidikan di Indonesia. Tentu bukan hanya fisik, bisa jadi gurunya pun kekurangan gaji dan tidak mengajar lagi.

Dulu pada tahun 1970-an, sekolah dasar dibagi dua. Ada sekolah pagi dan ada sekolah siang sehingga 1 bangunan sekolah bisa dipakai untuk 2 sekolah dan melayani murid dengan jumlah 2 kali lipat. Sebagai contoh di sekolah saya ada SDN Bidaracina 01 Pagi (Sekarang berubah jadi Cipinang Cempedak 01 Pagi) dan SDN Bidaracina 02 Petang. Sekolah pagi mulai dari jam 7.00 hingga 12.00 sedang yang siang dari jam 12:30 hingga 17:30. Satu bangunan sekolah bisa menampung total 960 murid!

Ini tentu lebih efektif dan efisien. Biaya pembangunan dan pemeliharaan gedung sekolah bisa dihemat hingga separuhnya. Mungkin ada yang berpendapat bahwa hal itu bisa mengurangi jumlah pelajaran karena jam belajar berkurang. Padahal tidak. Sebaliknya jam pelajaran di sekolah terlalu lama justru membuat siswa jenuh dan tidak mandiri karena dicekoki oleh gurunya. Guru bisa memberi mereka PR atau tugas yang dikerjakan baik sendiri, bersama orang tua, atau teman-teman mereka. Ini melatih kemandirian serta kerjasama antara anak dengan orang tua dan juga dengan teman mereka.

Selain itu biaya untuk beli buku cukup tinggi, yaitu per semester atau caturwulan bisa mencapai Rp 200 ribu lebih. Setahun paling tidak Rp 400 ribu hanya untuk beli buku. Jika punya 3 anak, berarti harus mengeluarkan uang Rp 1,2 juta per tahun. Hanya untuk uang buku orang tua harus mengeluarkan 130% lebih dari Upah Minimum Regional (UMR) para buruh yang hanya sekitar 900 ribuan.

Untuk mengurangi beban orang tua dalam hal uang buku, pemerintah bisa menyediakan Perpustakaan Sekolah. Dulu perpustakaan sekolah meminjamkan buku-buku Pedoman (waktu itu terbitan Balai Pustaka) kepada seluruh siswa secara gratis. Untuk soal bisa didikte atau ditulis di papan tulis.

Ini beda dengan sekarang di mana buku harus ditulis dengan pulpen sehingga begitu selesai dipakai harus dibuang. Tak bisa diturunkan ke adik-adiknya.
Saat ini biaya SPP sekolah gratis hanya mencakup SD dan SMP (Meski sebetulnya tetap bayar yang lain dengan istilah Ekskul atau Les) sedang untuk Perguruan Tinggi Negeri biayanya justru jauh lebih tinggi dari Universitas Swasta yang memang bertujuan komersial. Untuk masuk UI misalnya orang tahun 2005 saja harus bayar uang masuk antara Rp 25 hingga 75 juta. Padahal tahun 1998 orang cukup bayar sekitar Rp 300 ribu sehingga orang miskin dulu tidak takut untuk menyekolahkan anaknya di PTN seperti UI, IPB, UGM, ITS, dan sebagainya. Meski ada surat edaran Rektor bahwa orang tua tidak perlu takut akan bayaran karena bisa minta keringanan, namun teori beda dengan praktek.
Boleh dikata orang-orang miskin saat ini mimpi untuk bisa masuk ke PTN. Jika pun ada paling cuma segelintir saja yang mau bersusah payah mengurus surat keterangan tidak mampu dan merendahkan diri mereka di depan birokrat kampus sebagai Keluarga Miskin (Gakin) untuk minta keringanan biaya.
Tanpa pendidikan, sulit bagi rakyat Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan menjadi bangsa yang maju.

Kedua, pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani. Paling tidak separuh rakyat (sekitar 100 juta penduduk) Indonesia masih hidup di bidang pertanian. Menurut Bank Dunia, mayoritas petani Indonesia memiliki lahan kurang dari 0,4 hektar. Bahkan ada yang tidak punya tanah dan sekedar jadi buruh tani. Kadang terjadi tawuran antar desa hingga jatuh korban jiwa hanya karena memperebutkan lahan beberapa hektar!

Artinya jika 1 hektar bisa menghasilkan 6 ton gabah dan panen 2 kali dalam setahun serta harga gabah hanya Rp 2.000/kg, pendapatan kotor petani hanya Rp 9,6 juta per tahun atau Rp 800 ribu/bulan. Jika dikurangi dengan biaya benih, pestisida, dan pupuk dengan asumsi 50% dari pendapatan mereka, maka penghasilan petani hanya Rp 400 ribu/bulan saja.
Pada saat yang sama 69,4 juta hektar tanah dikuasai oleh 652 pengusaha. Ini menunjukkan belum adanya keadilan di bidang pertanahan. Dulu pada zaman Orba (Orde Baru) ada proyek Transmigrasi di mana para petani mendapat tanah 1-2 hektar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Transportasi, rumah, dan biaya hidup selama setahun ditanggung oleh pemerintah.

Program itu sebenarnya cukup baik untuk diteruskan mengingat saat ini Indonesia kekurangan pangan seperti beras, kedelai, daging sapi, dsb sehingga harus impor puluhan trilyun rupiah setiap tahunnya.

Jika petani dapat tanah 2 hektar, maka penghasilan mereka meningkat jadi Rp 48 juta per tahun atau bersih bisa Rp 2 juta/bulan per keluarga.

Memang biaya transmigrasi cukup besar. Untuk kebutuhan hidup selama setahun, rumah, lahan, dan transportasi paling tidak perlu Rp 40 juta per keluarga. Dengan anggaran Rp 10 trilyun per tahun ada 250.000 keluarga yang dapat diberangkatkan per tahunnya.
Seandainya tiap keluarga mendapat 2 hektar dan tiap hektar menghasilkan 12 ton beras per tahun, maka akan ada tambahan produksi sebesar 6 juta ton per tahun. Ini sudah cukup untuk menutupi kekurangan beras di dalam negeri.

Saat ini dari 2 juta ton kebutuhan kedelai di Indonesia (sebagian untuk tahu dan tempe), 60% diimpor dari luar negeri. Karena harga kedelai luar negeri naik dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 7.500/kg, para pembuat tahu dan tempe banyak yang bangkrut dan karyawannya banyak yang menganggur.

Jika program transmigrasi dilakukan tiap tahun dan produk yang ditanam adalah produk di mana kita harus impor seperti kedelai, niscaya kekurangan kedelai bisa diatasi dan Indonesia tidak tergantung dari impor kedelai yang nilainya lebih dari Rp 8 trilyun per tahunnya. Ini akan menghemat devisa.

Ketiga, tutup bisnis pangan kebutuhan utama rakyat dari para pengusaha besar. Para petani/pekebun kecil sulit untuk mengekspor produk mereka. Sebaliknya para pengusaha besar dengan mudah mengekspor produk mereka (para pengusaha bisa menekan/melobi pemerintah) sehingga rakyat justru bisa kekurangan makanan atau harus membayar tinggi sama dengan harga Internasional. Ini sudah terbukti dengan melonjaknya harga minyak kelapa hingga 2 kali lipat lebih dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan akibat kenaikan harga Internasional. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.
Jika produk utama seperti beras, kedelai, terigu dikuasai oleh pengusaha, rakyat akan menderita akibat permainan harga.

Selain itu dengan dikuasainya industri pertanian oleh pengusaha besar, para petani yang merupakan mayoritas dari rakyat Indonesia akan semakin tersingkir dan termiskinkan.

Keempat, lakukan efisiensi di bidang pertanian. Perlu dikaji apakah pertanian kita efisien atau tidak. Jika pestisida kimia mahal dan berbahaya bagi kesehatan, pertimbangkan predator alami seperti burung hantu untuk memakan tikus, dsb. Begitu pula jika pupuk kimia mahal dan berbahaya, coba pupuk organik seperti pupuk hijau/kompos. Semakin murah biaya pestisida dan pupuk, para petani akan semakin terbantu karena ongkos tani semakin rendah.
Jika membajak sawah bisa dilakukan dengan sapi/kerbau, kenapa harus memakai traktor? Dengan sapi/kerbau para petani bisa menternaknya sehingga jadi banyak untuk kemudian dijual. Daging dan susunya juga bisa dimakan. Sementara traktor bisa rusak dan butuh bensin/solar yang selain mahal juga mencemari lingkungan.

Kelima, data produk-produk yang masih kita impor. Kemudian teliti produk mana yang bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga kita tidak tergantung dengan impor sekaligus membuka lapangan kerja. Sebagai contoh jika mobil bisa kita produksi sendiri, maka itu akan sangat menghemat devisa dan membuka lapangan kerja. Ada 1 juta mobil dan 6,2 juta sepeda motor terjual di Indonesia dengan nilai lebih dari Rp 200 trilyun/tahun. Jika pemerintah menyisihkan 1% saja dari APBN yang Rp 1.000 trilyun/tahun untuk membuat/mendukung BUMN yang menciptakan kendaraan nasional, maka akan terbuka lapangan kerja dan penghematan devisa milyaran dollar setiap tahunnya.

Keenam, stop eksploitasi/pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan asing. Kelola sendiri. Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh asing dengan alasan kita tidak mampu dan sedang transfer teknologi. Kenyataannya dari tahun 1900 hingga saat ini ketika minyak hampir habis kita masih ”transfer teknologi”.

Padahal 95% pekerja dan insinyur di perusahaan-perusahaan asing adalah orang Indonesia. Expat paling hanya untuk level managerial. Bahkan perusahaan migas Qatar pun di Kompas sering pasang lowongan untuk merekrut ahli migas kita.Saat ini 1.500 ahli perminyakan Indonesia bekerja di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar. Bahkan ada Doktor Perminyakan yang bekerja di negara Eropa seperti Noewegia!

Sekilas kita untung dengan pembagian 85% sedang kontraktor asing hanya 15%. Padahal kontraktor asing tersebut memotong terlebih dulu pendapatan yang ada dengan cost recovery yang besarnya mereka tentukan sendiri. Bahkan ongkos bermain golf dan biaya rumah sakit di luar negeri ex-patriat dimasukkan ke dalam cost recovery, begitu satu media memberitakan. Akibatnya di Natuna sebagai contoh, Indonesia tidak dapat apa-apa. Kontraktor asing sendiri, seperti Exxon sendiri mengantongi keuntungan hingga Rp 360 trilyun setiap tahun dari pengelolaan minyak dan gas di berbagai negara termasuk Indonesia. Menurut PENA, pada tahun 2008 saja sekitar Rp 2.000 trilyun/tahun dari hasil kekayaan alam Indonesia justru masuk ke kantong asing. Padahal jitu bisa dipakai untuk melunasi hutang luar negeri dan mensejahterakan rakyat Indonesia.

Bahkan untuk royalti emas dan perak di Papua, Freeport yang cuma “tukang cangkul” dapat 99% sementara bangsa Indonesia sebagai pemilik emas cuma dibagi 1%! Bagaimana bisa kaya? Jadi kalau didapat emas dan perak sebesar Rp 100 trilyun, Indonesia cuma dapat Rp 1 trilyun saja!

Banyak perusahaan asing beroperasi menguras kekayaan alam Indonesia. Tetangga saya yang menambang emas bekerjasama dengan penduduk lokal dengan memakai alat pahat dan martil saja bisa mendapat Rp 240 juta per bulan, bagaimana dengan Freeport yang memakai banyak excavator dan truk-truk raksasa yang meratakan gunung-gunung di Papua?
Agar Indonesia bisa makmur, maka Indonesia harus mengelola sendiri kekayaan alamnya.
Jika beberapa langkah sederhana bisa dilakukan, niscaya Indonesia akan menjadi lebih baik

sumber :

TUGAS 4


      PEMBIAYAAN SEKTOR MIKRO DAN PEMBIAYAAN CORPORATE

Membahas mengenai pembiayaan sektor mikro sangat luas sekali ruang lingkupnya,karena pembiayaan sektor mikro merupakan segmentasi pasar yang dinilai memiliki potensi yang besar,karena terdapat pembiayaan yang lebih besar didalam Pembiayaan mikro  seperti untuk perusahaan dan usaha kecil. Ada pula pembiayaan  konsumtif dan pembiayaan untuk kegiatan produktif. Pembiayaan dalam kegiatan produktif memberikan dampak pada efek multiplayer perkembangan ekonomi yang sangat besar,sedangkan konsumtif tidak memiliki efek multiplayer ekonomi yang besar.

Sebagian besar masyarakat indonesia merupakan pelaku usaha di sektor mikro, dengan meningkatkan peran serta masyarakat dapat pula meningkatkan perekonomian di indonesia. Karena efek multiplayernya  akan lebih cepat berkembang. Hal ini dilakukan tujuannya untuk membiayai usaha sektor mikro yang dinilai sangat penting, karena dengan cara itu hubungan bisnis dengan nasabah menjadi semakin dekat dan nasabah tidak akan berpindah ke lembaga keuangan yang lain. Sekarang ini memang pasar mikro sudah semakin padat, tetapi masih harus ada pengaturan pasar agar menjadi semakin terstruktur. Dengan dorongan dari regulator untuk mengaturnya. Ini tidak bisa dilaksanakan dengan main – main, karena persaingan di pasar mikro semakin ketat jadi harus ada cara khusus untuk membuat ini menjadi terkontrol.

Selain pembiayaan sektor mikro ada pula pembiayaan corporate, pembiayaan corporate merupakan suatu pembiayaan perusahaan yang pada umumnya menggabungkan 3 bidang usaha menjadi satu perusahaan . pembiayaan corporate umunya berusaha lebih dari satu jenis usaha pembiayaan ,itu semua sering disebut dengan perusahaan multifinance. Pembiayaan corporate merupakan badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha dari lembaga pembiayaan,tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dam memaksimumkan kekayaan pemilik perusahaan.

Ada juga Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2000) menyatakan bahwa CG adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Manakah diantara pembiayaan sektor mikro dan pembiayaan corporate yang lebih menguntungkan?

Menurut saya diantara pembiayaan sektor mikro dan pembiayaan corporate yang lebih menguntungkan adalah pembiayaan sektor mikro, karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah pelaku usaha mikro. Jadi jika kita dapat mengembangkan para pelaku usaha-usaha mikro tersebut maka secara tidak langsung kita dapat membantu dalam meningkatkan sektor perekonomian di Indonesia.

Hal ini justru berbanding terbalik dengan pembiayaan corporate yang mempunyai banyak resiko,karena perusahaan pembiayaan corporate bukan merupakan lembaga intermediari yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung, sehingga perusahaan pembiayaan mendapatkan dana sebagai sumber pembiayaannya dari pinjaman bank dan lembaga keuangan, maupun dari penerbitan surat berharga seperti obligasi. Dalam hal pendanaan yang disalurkan kepada konsumen.

Dari kedua pembiayaan ini pasti mempunyai kendala / tantangannya masing-masing



perusahaan pembiayaan memiliki dua kemungkinan resiko yang timbul dari penyaluran kredit kepada konsumen. Kemungkinan resiko yang paling sering terjadi pada sistem pembelian secara kredit, adalah pelunasan hutang lebih awal prepayment atau konsumen gagal bayar default . Kedua hal ini menyebabkan arus kas cash flow pengembalian pinjaman tidak sesuai perjanjian. Bila terjadi pelunasan lebih awal (prepayment) maka perusahaan pembiayaan akan menanggung biaya pinjaman bunga sementara kredit yang disalurkan dilunasi sebelum jangka waktu kreditnya berakhir, sehingga ada dana yang tidak terpakai dimana bunga pinjaman kepada pihak lainnya terus berjalan sehingga tidak berdampak baik juga terhadap perusahaan pembiayaan.Dan tantangan yang dialami terletak pada pemenuhan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Seperti pembiayaan sektor mikro masih harus ada dorongan dari regulator untuk mengatur pasar agar menjadi terkontrol dan para pelaku usaha mikro yang ingin mendapatkan hasil yang baik harus tetap berusaha dan berinovasi sehingga akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan dapat dirasakan oleh negara .

Disini terlihat sekali sangat membutuhkan sumber daya manusia yang berpengalaman. Sedangkan di pembiayaan corporate, yang mengendalikannya adalah sistem dalam pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.syariahmandiri.co.id/2012/01/bank-syariah-perkuat-sektor-mikro