FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI
Kekuatan
ekonomi utama yang menentukan investasi adalah hasil biaya investasi yang
ditentukan oleh kebijakan tingkat bunga dan pajak, serta harapan mengenai masa
depan (Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1993, 183).
Faktor-faktor
penentu investasi sangat tergantung pada situasi dimasa depan yang sulit untuk
diramalkan, maka investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah.
Penanaman
modal dalam negeri memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi di
negara-negara sedang berkembang. Hal ini terjadi dalam berbagai bentuk. Modal
Investasi mampu mengurangi kekurangan tabungan dan melalui pemasukan peralatan
modal dan bahan mentah, dengan demikian menaikkan laju pemasukan modal. Selain
itu, tabungan dan investasi yang rendah mencerminkan kurangnya modal di negara
keterbelakangan teknologi. Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal
Investasi yang membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman
organisasi, informasi pasar, teknik-tekink produksi maju, pembaharuan produk
dan lain-lain. Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian
baru. Semua ini pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi negara
terbelakang. Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang
sangat mempengaruhi penanaman modal asing ke dalam negeri.
Pengaruh Nilai Tukar
Secara teoritis dampak perubahan
tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Shikawa (1994),
mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung
lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua
saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek,
penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh
negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs
ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan
tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan
domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan
penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi.
Pada sisi penawaran, pengaruh aspek
pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan tingkat kurs
pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik
akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik dan
dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan /
barang-barang ekspor (traded goods) relatif
terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga
didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi
investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.
Pengaruh Tingkat Suku Bunga
Tingkat
bunga mempunyai pengaruh yang signifikan pada dorongan untuk berinvestasi. Pada
kegiatan produksi, pengolahan barang-barang modal atau bahan baku produksi
memerlukan modal (input) lain untuk menghasilkan output / barang final.
Pengaruh Tingkat Inflasi
Tingkat
inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena
tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi
dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa
jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga
relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi
yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro
dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi
makro.
Di Indonesia kenaikan tingkat
inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku
bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya menurunkan tingkat
inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan kebijakan moneter
uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian tingkat inflasi
domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui
pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.
Pengaruh Infrastruktur
Seperti
dilakukan banyak negara di dunia, pemerintah mengundang investor guna
berpartisipasi menanamkan modalnya di sektor-sektor infrastruktur, seperti
jalan tol, sumber energi listrik, sumber daya air, pelabuhan, dan lain-lain.
Partisipasi tersebut dapat berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata
uang asing. Melihat perkembangan makro-ekonomi saat ini, terutama memperhatikan
kecenderungan penurunan tingkat bunga.
Pembangunan
kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat
diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis. Pembangunan
infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya akan
berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan infrastruktur
yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan
investasi yang didapat semakin meningkat.
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Subandi, dalam bukunya Sistem Ekonomi
Indonesia, menulis bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Indonesia secara umum, adalah:
1. factor produksi
2. factor investasi
3. factor perdagangan luar negeri dan
neraca pembayaran
4. factor kebijakan moneter dan inflasi
5. factor keuangan negara
Sedangkan Tambunan, dalam bukunya
Perekonomian Indonesia, menulis bahwa di dalam teoti-teori konvensional,
pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari
factor-faktor produksi seperti SDM, kapital, teknologi, bahan baku,
enterpreneurship dan energi. Akan
tetapi, factor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan
pertumbuhan jangka pendek.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia
tahun ini akan lebih baik, sama atau lebih buruk dari tahun 2000 lebih
ditentukan oleh factor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat
dikelompokkan ke dalam factor internal dan eksternal.
Factor eksternal didominasi oleh
factor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan
ekonomi kawasan atau dunia.
1. Faktor-faktor
Internal
a. Factor ekonomi, antara lain:
· Buruknya fundamental ekonomi nasional
· Cadangan devisa
· Hutang luar negeri dan ketergantungan
impor
· Sector perbankan dan riil
· Pengeluaran konsumsi
b. Faktor non ekonomi, antara lain:
· Kondisi politik, social dan keamanan
· PMA
dan PMDN
· Pelarian
modal ke luar negeri
· Nilai
tukar rupiah
2. Faktor-faktor
Eksternal
· Kondisi
perdagangan dan perekonomian regional atau dunia
2. PERTUMBUHAN EKONOMI SEJAK PELITA I
Melihat kondisi pembangunan ekonomi
Indonesia sejak Pelita I tahun 1969 hingga krisis ekonomi terjadi akhir 1997,
dapat dikatakan Indonesia mengalami proses pembangunan ekonomi yang
spektakuler. Keberhasilan
ini dapat diukur dengan sejumlah indicator, dua di antaranya yang umum
digunakan adalah tingkat pendapatan nasional per kapita dan laju pertumbuhan
PDB per tahun. Tahun
1968 pendapatan nasional per kapita masih sangat rendah hanya sekitar
US$60. jauh lebih rendah
dibanding pendapatan nasional dari negara-negara berkembang lain pada saat itu,
misalnya India, Srilanka
dan Pakistan. Akan tetapi,
sejak Pelita I dimulai pendapatan nasional Indonesia per kapita mengalami
peningkatan setiap tahun dan akhir periode 1980an telah mendekati US$500.
Menjelang pertengahan 1980an terjadi
merosotnya harga minyak mentah di pasaran internasional dan terjadi resesi
ekonomi dunia pada decade yang sama. Hal
ini menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih rendah dari
periode-periode sebelumnya. Beberapa
negara lain di asia, seperti Malaysia, Filiphina, Thailand dan Taiwan juga
mengalami hal yang sama. Terkecuali
Filiphina, merosotnya pertumbuhan ekonomi di Malaysia, Thailand dan Taiwan
lebih lambat dibandingkan di Indonesia karena memang ketiga negara tersebut
basisnya sudah lebih kuat dari ekonomi Indonesia.
3. PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Pembangunan ekonomi dalam jangka panjang,
mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa perubahan mendasar
dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai
sector utama ke ekonomi modern yang didominasi sector non primer, khususnya
industri manufaktur dengan increasing
return to scale (relasi
positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis
sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988).
Meminjam istilah Kuznets, perubahan
struktur ekonomi umum disebut transformasi structural dan dapat didefinisikan
sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam
komposisi permintan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), dan
penawaran agregat (produksi dan penggunaan factor-faktor produksi seperti
tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).
1. Teori
Teori perubahan structural menitikberatkan
pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara-negara
sedang berkembang, yang semula bersifat subsisten (pertanian tradisional) dan
menitikberatkan sector pertanian menuju struktur perekonomian yang lebih modern
yang didominasi sector non primer, khususnya industri dan jasa. Ada 2 teori utama yang umum digunakan
dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi yakni dari Arthur Lewis (teori
migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi structural).
Teori Arthur Lewis pada dasarnya membahas
proses pembangunan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan perkotaan
(urban). Dalam teorinya,
Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi
menjadi dua, yaitu perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai
sector utama. Di pedesaan,
karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga kerja dan
tingkat hidup masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian
yang sifatnya juga subsisten. Over
supply tenaga kerja ini
ditandai dengan nilai produk marjinalnya nol dan tingkat upah riil yang
rendah.
Di dalam kelompok negara-negara berkembang,
banyak negara yang juga mengalami transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade
terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antar negara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
antar negara dalam sejumlah factor-faktor internal berikut:
1) Kondisi dan struktur awal dalam negeri
(economic base)
2) Besarnya pasar dalam negeri
3) Pola distribusi pendapatan
4) Karakteristik industrialisasi
5) Keberadaan SDA
6) Kebijakan perdagangan LN
Sumber :
Subandi, Sistem Ekonomi Indonesia